MENGUJI. MEMBIMBING DAN MENULIS BUKU. otorita

 JAKARTA, 14 AGUSTUS 2023

MENGUJI DAN MEMBIMBING

melaksanakan sidang ujian tesis sebanyak 3 orang mahasiswa program magister psikologi profesi. dan membimbing mahasiswa program sarjana untuk perbaikan skripsi

PEMBUATAN BUKU PEDOMAN

membuat buku pedoman program Sarjana Psikologi

 OTORITA

melakukan koordinasi dengan security, teknisi dan petugas kebersihan dalam menjaga lingkungan kampus yang kondusif

MENULIS BUKU

melanjutkan penulisan buku Pengembangan Karakter

contoh

·         Kehidupan hutan belantara yang diilustrasikan dengan  Kecerdasan spiritual adalah sebuah  mosaik yang sifatnya unik yang  mestinya menjadi acuan dalam berpikir dan berperilaku. Apa sesungguhnya kecerdasan spiritual, spiritual dapat dimaknai sebagai nafas. Nafas manusia dalam artian psikologis  yang menunjuk pada nilai kehidupan sebagai manusia dan bukan sebagai makhluk yang bukan manusia. Hembusan dan tarikan nafas kehidupan sebagai manusia. Manusia kalau menghirup udara beracun dan juga jika mengeluarkan udara beracun pastilah akan memberi racun kepada sesama dan juga menjadi virus penyakit bagi diri sendiri. Tidak ada manusia yang  menghendaki hal demikian dan semua manusia menghendaki mengeluarkan keharuman, nafas kehidupan yang menghidupkan sesama manusia. Alangkah bahagianya jika setiap manusia mengeluarkan nafas keharuman, nafas yang menghidupkan sesama manusia. Secara sederhana saya katakana begini, “makilah dan fitnahlah teman dan sahabatmu setiap hari dengan cacian yang menyakitkan, dan saya menduga pastilah akan membuat masalah dan temanmu akan sakit hati “. Itulah racun yang kita  hembuskan kepada sahabat kita.  Nafas munusia yang sesungguhnya telah dipaparkan oleh Buzan : cinta, kedamaian, kasih sayang, toleransi, keharmonisan, ketulusan, kejujuran, kemurnian, pemaaf, pemberi, berkorban dan sebagainya dan semua arahnya bukan pada diri kepentingan diri sendiri tetapi demi kepentingan kehidupan bersama, kebermaknaan hidup bersama di dalam jagad raya ini. “Esensinya adalah kasihilah sesamamu manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri”

Esensi yang dapat dipetik dan dan salah satu aspek  yang paling esensial dari makna kecerdasan spiritual adalah  “CINTA”. Apakah  sesungguhnya  makna  cinta. Banyak pengertian  yang dapat dibaca tentang arti cinta. Sternberg mengulas makna cinta secara panjang  lebar yang dimulai dari cinta yang paling dasar sampai cinta yang kekal yang disebut dengan Agape. Cinta yang dimaksudkan dalam tuliasan ini adalah “merefleksikan nilai keharmonisan dengan sesama manusia dan dengan semua makhluk di alam semesta ini yang memunculkan perasaan bahagia, perasaan mesra, saling menyayangi  yang didasarkan pada pengorbanan”. Cinta yang sejati adalah pengorbanan.  Pengorbanan diri dalam arti filsafati mengobjektifikasi diri, dimana diriku ini sesungguhnya memang sebagai subjek namun demi kehidupan yang harmonis aku harus mampu menempatkan diriku sesungguhnya sebagai objek.  Dalam perspektif ( I and THOU) ungkap Buber.  Kalau hidup kita diwarnai oleh cinta, rumah kita dipagari cinta, jalan di balur dengan cinta, pertemanan dihiasi dengan cinta, perusahaan kita dilumuri dengan cinta, mobil kita dibungkus dengan cinta, sekolah kita disirami dengan cinta, tanaman kita disiangi dengan cinta, motor yang kita kendarai dengan hiruk pikuknya kota metropolitan didandani dengan cinta, keluarga kita dibalut dengan cinta, negeri kita dibungkus dengan cinta, perjuangan hidup kita didandani dengan cinta, kota kita diselimuti dengan cinta, kampung kita dibungkus dengan cinta, rumah ibadah kita memancarkan cinta, pokoknya semua dengan cinta maka pastilah bersemi  manusia- manusia yang penuh dengan cinta dan pastilah negara kita berbuahkan cinta. Demikianlah kuatnya cinta sehingga kita pasti menjadi pribadi yang berbalutkan cinta dan memberi yang terbaik buat negeri kita ini.

Sangat mudah mengatakannya dan mengkotbahkannnya tetapi sangat sulit tentunya melakukannya dan itu harus  diupayakan dengan bersungguh – sungguh yang dimulai dari diri sendiri.  Hanya manusialah yang memiliki potensi cinta dan dengan demikian kita harus mampu mengembangkannya. Pembangunan  karakter haruslah didasarkan pada upaya menumbuhkan cinta di dalam diri kita. Tanpa itu amat mustahillah kita dapat mengembangkan karakter kita dengan baik. Cinta ternyata mampu melampaui batas – batas usia, latarbelakang budaya, agama, pendidikan, status sosial, demarkasi hukum, politik, pekerjaan, profesi dan apapun latarbelakang kehidupan setiap orang. Dengan demikian mulailah belajar mengembangkan cinta di dalam diri kita dan jangan melihat orang lain apakah sudah mengembangkan cinta. Mulailah dari diri sendiri pastilah secara bertahap kita mampu mengembangkan benih cinta di dalam diri kita.


penulis adalah dosen pada fakultas psikologi UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI

 

 

 

 

 


Comments

Popular posts from this blog

OTORITA DAN MENGAJAR

BIMBINGAN DAN BUKU

OTORITA, BIMBINGAN DANN BUKU