OTORITA, BIMBINGAN DAN MENULIS BUKU
JAKARTA, 9 AGUSTUS 2022
A. OTORITA
1. koordiansi dengan pihak kepolosian (Pospol dan Polsek) dalam rangka mengantisipasi kegiatan demonstrasi mahasiswa
2. Koordiansi dengan satpam, teknisi dan petugas kebersihan dalam rangka tetap memelihara lingkungan kampus yang kondusif
B. KOORDIANSI DENGAN PRODI
Koordinasi dengan semua prodi dalam rangka penerimaan mahasisiwa baru khsususnya program pascasarjana
C. BIMBINGAN
membimbing mahasiswa program magister psikologi dan sarjana dalam rangka peneyelesaian tesis dan skrispsi
D. MENULIS BUKU
BAB I
MAKNA
KONSELING
A.
Mengapa
Konseling Menjadi Sebuah Kebutuhan
Terdapat beberapa alasan mengapa
konseling menjadi sebuah kebutuhan.
Alasan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Optimalisasi Potensi
Optimalisasi potensi manusia
secara faktual menjadi kebutuhan yang sangat mendasar dan sekaligus menjadi tugas dan
kewajiban dalam menjalani subjektifitas kehidupan umat manusia. Terlahir sebagai manusia bukan sebuah pilihan, namun
menjadi manusia adalah pilihan yang wajib dijalani secara bersungguh – sungguh
dan bertanggung jawab. Kaum
eksistensialis memberi petuah
“ menjadi apa kita dikemudian hari tergantung pada pilihan kita sendiri
dan bukan atas dasar faktor keturunan dan lingkungan”. Inilah peluang dan
sekaligus tantangan hidup kita sebagai manusia.
Manusia terlahir unik
yang sangat berbeda dengan makhluk ciptaan TUHAN YANG MAHA KUASA
lainnya. Maslow ( Sadli,1983:183) mengemukakan bahwa masing-masing individu mempunyai apa yang
dinamakan “Essential Inner Nature”
yang instinctoid, instrinsik, terberi, natural, yang kesemuanya merupakan bahan
kasar dan bukan hasil yang telah selesai dan dengan demikian “essential inner nature” ini adalah
potensi yang ada dalam diri setiap manusia yang sifatnya terberi dan harus
dikembangkan. Tyler mengemukakan bahwa sejak manusia dilahirkan memiliki
100-200 miliyar sel neuron. Setiap sel menempati ruang dan siap untuk
dikembangkan dan diaktualisasikan secara optimal (Clark, 1983 : 19). Otak
manusia terdiri dari 100 miliyar neurons (Coon dan Mitterer, 2009:58). Howard Gardner (1983) merumuskan teori kecerdasan jamak yang istilah
aslinya Multiple Intelligence yang
dibagi kedalam 8 tipe kecerdasan yaitu (1)
verbal/linguistic, (2) logical/mathematical,
(3) visual/spatial, (4) bodily/kinesthetic,
(5) musical/rhythmic, (6) intrapersonal, (7) interpersonal dan (8) naturalist
(Parry ; Gregory,2003:86). Daniel
Goleman (1995) merumuskan teori kecerdasan emosional dalam istilah bahasa Inggrisnya Emotional Intelligence yang
meliputi lima kompetensi yaitu (1) self awareness, (2) managing
emotions,(3) self motivation,(4) empathy and (5) social art. (Parry ;
Gregory,2003: 86). Art Costa (1995) mengembangkan pendekatan kecerdasan
perilaku dalam bahasa Inggrisnya Intelligent
Behavior yang meliputi (1) persistence,
(2) decreasing impulsivity, (3) empathic listening, (4) metacognition, (5) flexibility in thinking, (6) checking
for accuracy and precision, (7) posing questions and problem, (8)
drawing on past knowledge and applying it to new situations, (9) using precise language and thought, (10)
using all senses, (11) creativity, (12) sense of efficacy as a thinker (Parry;Gregory, 2003 :86). Tony
Buzan (2001) mengembangkan pendekatan yang disebutnya The Power Of Creative
Intelligence dan The Power of Spiritual.
Buzan menjelaskan bahwa konsep spirit berasal dari bahasa Latin yaitu spiritus, artinya breath dalam bahasa Inggris, napas dalam bahasa Indonesianya. Nilai
kecerdasan spiritual meliputi antara lain : truth,
compassion, love, tolerance, unity, patience, honesty, co-operation,
understanding, integrity, gratitude, justice, courage, freedom, charity, trust,
humour, equality, simplicity, peace, responsibility, purity, persistence, and
harmony. Kalau diterjemahkan menjadi; kebenaran, perasaan terharu/
keharuan, cinta, toleransi, kesatuan, kesabaran, kejujuran, mampu bekerjasama,
pemahaman, integritas, bersyukur, adil, keberanian, kebebasan, murah hati, kepercayaan, humor,
kesamaan,kesederhanaan, permadaian, tanggungjawab, kemurnian, ketekunan, dan
keharmonisan.
penulis adalah dosen pada Fakultas Psikologi UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI
Comments
Post a Comment