KAJIAN FOKUS DAN RUMUSAN MASALAH, KOORDINASI DGN PRODI S2 PROFESI DAN PRODI S1 DAN MENGAJAR

 JAKARTA, 7 JUNI 2022

1. KAJIAN FOKUS DAN RUMUSAN  MASALAH DALAM PENDEKATAN KUALITATIF.

    A. Pembatasan masalah studi melalui fokus

Membuat suatu penelitian ilmiah, maka langkah pertama dan dapat dikatakan langkah

utama yang harus dilakukan adalah mempelajari ‖ apa yang dikategorikan sebagai masalah‖.

Secara teoritis masalah dapat dipahami sebagai suatu kesenjangan antara harapan dan

kenyataan. Jawaban tersebut tentulah tidak memuaskan, karena yang masih menjadi

pertanyaan adalah ‖ bagaimana kita dapat menentukan bahwa sesuatu itu adalah masalah dan

layak menjadi masalah penelitian? Masalah yang layak diteliti setidak – tidaknya memenuhi

kriteria antara lain : Pertama masalahnya memiliki makna dan memberi kontribusi bagi

pengembangan teori dan pemecahan masalah. Kebermaknaan bagi pengembangan teori,

baik yang bersifat akumulatif maupun temuan teori baru yang menggunakan pendekatan

kualitatif atau pendekatan kuantitatif, akan memberi urunan bagi kemampuan menjustifikasi

substansi ilmu dan menganalisis secara komparatif perkembangan ilmu. Kebermaknaan teori,

kerangka berpikir baik dengan menggunakan pendekatan deduktif maupun induktif ke dalam

realitas nyata dan bersifat situasional sehingga memberi informasi tertentu bagi pengambil

kebijakan. Kedua, masalahnya relevan dengan bidang ilmu yang ditekuni. Sesuatu objek

yang terkategori masalah tidaklah dapat didekati dari satu pendekatan saja, melainkan

mengandung peluang untuk didekati dari berbagai aspek. Kecermatan untuk mengamati dari

disiplin ilmu yang ditekuni menunjukkan kematangan dan penguasaan ilmu yang dimiliki.

Ketiga, masalahnya aktual. Aktualitas masalahnya dapat diamati dari segi antara lain :

a). Substansi masalahnya mempunyai implikasi bagi munculnya masalah yang lebih rumit.

b). Eksentensi masalahnya bersifat urgen dan memerlukan pemecahan, baik yang dialami

oleh subjek yang memiliki masalah ( individu, kelompok, institusi ) maupun yang

diamati oleh pihak lain seperti peneliti, pengamat ataupun institusi tertentu.

c). Masalahnya memiliki konstelasi tertentu dalam upaya pengembangan kondisi - kondisi

tertentu baik itu untuk kepentingan individu, kelompok, pranata – pranata maupun

institusi.

Keempat, masalahnya spesifik dan dapat diteliti. Sebuah masalah yang sudah terkategori

masalah penelitian, masih perlu dipertimbangkan lagi secara cermat, apakah masalahnya

terkategori spesifik. Dalam alur pendekatan kuantitatif akan menjadi rujukan bagi pelacakan

dan penentuan teori yang relevan, pembentukan kerangka berpikir, perumusan hipotesis,

model alat ukur, sumber data, analisis data serta pembuatan kesimpulan. Dalam alur

pendekatan kualitatif penentuan masalah secara spesifik dapat dijadikan pijakan awal untuk

masuk kewilayah masalah yang lebih dalam dan juga akan bermakna bagi pengkajian teori

yang relevan.

Kelima, menetapkan masalah penelitian, seyogianya mempertimbangkan kondisi objektif

peneliti. Sumadi Suryabrata (1995) menyebut apakah masalah tersebut managable atau tidak

oleh sipeneliti. Managability dilihatnya dari lima aspek yaitu

a). Biaya yang tersedia

b). Waktu yang dapat digunakan

c). Alat – alat perlengkapan yang tersedia

d). Bekal kemampuan teoritis, dan

e). Penguasaan metode yang diperlukan. (Sumadi Suryabrata, 1995).

Perlu disadari bahwa suatu masalah tidak pernah berdiri sendiri dan terisolasi dari

faktor – faktor lainnya yang senantiasa memiliki keterkaitan dengan latarbelakang tertentu,

apakah itu dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, politik, sosial, historis, budaya, hukum,

motif pribadi, motif kelompok dan lain sebagainya. Dalam konstelasi penelaahan masalah

senantiasa menunjukkan sifat paradoksal. Pemecahan suatu masalah ternyata menimbulkan

masalah baru dan kadangkala masalahnya kompleks dan rumit. Umpamanya sebuah

perusahaan pabrik sepatu hendak meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya dengan

menerapkan teknologi baru, yang tentunya menuntut ketrampilan, keahlian baru bagi

karyawannya, jelas akan menimbulkan masalah baru, misalnya akan terjadi pemutusan

hubungan kerja bagi karyawan yang tidak memenuhi persyaratan dan standar kerja.

Pemutusan hubungan kerja akan memunculkan lagi masalah baru yang berantai. Dapat

dikatakan bahwa sesuatu hal yang dikategorikan masalah dan sudah diupayakan

pemecahannya ternyata memiliki jalinan sebab akibat yang berantai, sehingga menyulitkan

untuk menangkapnya, masalah – masalah manakah sesungguhnya yang dapat dijadikan

masalah penelitian. Dalam kaitan inilah maka upaya mengidentifikasi masalah menjadi suatu

hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Identifikasi masalah menjadi langkah permulaan dalam upaya memilah, menganalisis

dan menentukan masalah penelitian. Identifikasi masalah memberi rujukan untuk menelaah

sumber masalah, lingkup masalah, jalinan masalah, bobot masalah serta dapat diperkirakan

pendekatan penelitian dan model rancangan penelitian yang akan digunakan. Sumadi

Suryabrata (1995) memberi petunjuk tentang strategi dan cara untuk menelusuri sumber

masalah. Ada enam cara yang dikemukakan yaitu

1. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian,

2. Seminar, diskusi dan lain – lain pertemuan ilmiah,

3. Pernyataan pemegang otoritas,

4. Pengamatan sepintas,

5. Pengamalan pribadi, dan

6. Perasan intuitif (Sumadi Suryabrata, 1995).

Dari keenam cara tersebut di atas ada satu cara lagi yang tampaknya menjadi langkah yang

semestinya dilakukan yaitu mengadakan pengamatan langsung ( melihat, mendengar,

berdiskusi ) terhadap objek yang akan dijadikan kajian penelitian. Masalah yang diangkat

menjadi masalah penelitian benar – benar faktual, tidak merupakan persepsi peneliti, yang

dikatakan orang lain, .yang dikatakan oleh ahli, yang disimpulkan dalam seminar, yang

ditulis dalam jurnal dan yang sejenisnya. Peneliti benar-benar melihat, mendengar,

memahami fakta yang ada di lapangan. Hal ini akan dapat membantu peneliti untuk dapat

memahami keterjalinan masalah dan akan dapat memilah, menentukan pokok – pokok

masalahnya. Boleh dikatakan mengadakan semacam eksplorasi masalah.

Masalah yang telah diindentifikasi, tentulah tidak seluruhnya akan diteliti maka

langkah selanjutnya adalah membatasi ruang lingkup masalah yang hendak diteliti dan

disebut dengan pembatasan masalah dan pada penelitian kualitatif disebut focus

masalah. Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas

permasalahan dengan jelas yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi faktor mana saja

yang termasuk ke dalam ruang lingkup permasalahan, dan faktor mana yang tidak (Jujun S.

Suryasumantri, 1998). Dalam penelitian kuantitatif pada tahap pembatasan masalah sudah

dapat ditentukan batas dan jenis variabel penelitian. Alur variabel penelitianpun sudah dapat

diskematisasikan secara jelas. Dalam penelitian kualitatif pembatasan masalah dapat

dijadikan rujukan untuk membuat skema awal untuk masuk ke dalam masalah yang lebih

mendalam. Melalui pembatasan masalah dapatlah dilanjutkan dengan membuat perumusan

masalah.

Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesuatu fokus. Pada dasarnya

penentuan masalah menurut Lincoln dan Guba (1985:226) bergantung pada paradigma

apakah yang dianut oleh seorang peneliti, yaitu apakah ia sebagai peneliti, evaluator, ataukah

sebagai pen Di pihak lain. Tujuan suatu penelitian ialah upaya untuk memecahkan masalah.

Dengan demikian kelirulah anggapan orang atau peneliti yang menyamakan masalah dengan

penelitian. Perumusan masalah dilakukan dengan jalan mengumpulkan sejumlah pengetahuan

yang memadai dan yang mengarah pada upaya untuk memahami atau menjelaskan faktorfaktor

yang berkaitan yang ada dalam masalah tersebut. Jadi, proses tersebut berupa proses

dialektik yang berperan sebagai proposisi terikat dan antitesis yang membentuk masalah

berdasarkan usaha sintesis tertentu.Moleong (2005) mengemukakan bahwa terdapat dua maksud tertentu yang ingin peneliti capai dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus.

Pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi. Jadi, dalam hal ini fokus akan membatasi

bidang inkuiri. Misalnya, jika kita membatasi diri pada upaya menemukan teori dari dasar,

maka lapangan penelitianlainnya tidak akan kita manfaatkan lagi. Pada contoh tersebut di

atas jelas bahwa subjek penelitian adalah remaja. Jadi peneliti tidak perlu kesana kemari

untuk mencari subjek penelitian, sudah dengan sendirinya dibatasi oleh fokusnya. Kedua,

penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-ekslusi atau kriteria masukkeluar

(inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan. Dengan

bimbingan dan arahan suatu fokus, seorang peneliti tahu persis data mana dan data tentang

apa yang perlu dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun mungkin menarik, karena

tidak relevan, tidak perlu dimasukan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan. Jadi,

dengan penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneiti dapat membuat keputusan

yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah ataipun

mana yang akan dibuang.

Penetapan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif bagaimana pun akhirnya

akan dipastikan sewaktu peneliti sudah berada di arena atau lapangan penelitian. Dengan kata

lain, walaupun rumusan masalah sudah cukup baik dan telah dirumuskan atas dasar

penelaahan kepustakaan dan dengan ditunjang oleh sejumlah pengalaman tertentu, bisa

terjadi situasi di lapangan tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti masalah itu. Dengan

demikian kepastian tentang fokus dan masalah itu yang menentukan adalah keadaan di

lapangan.

Sebagai contoh: Kuntjaraningrat, antropologi terkenal, pada mulanya ingin meneliti

industri kopra rakyat di daerah pantai Utara Irian Jaya. Akan tetapi, ketika ia berada di sana

(1963) ternyata tidak banyak pohon kelapa yang masih produktif dan sarana angkutan serta

pemasarannya sudah mundur. Oleh karena itu, ia mengalihkan perhatiannya kepada masalah

hubungan kekerabatan yang renggang di Irian (Kuntjaraningrat dan Emmerson, ed.

1985:102).

Contoh lainnya: Joseph A. Kotarba mengadakan penelitian dengan judul ‗Discovering

Amorphous Social Experience; The Case of Chronic Pain;. Pada mulanya masalah

penelitiannya ialah untuk memahami secara tuntas pengalaman sakit total, termasuk cara-cara

yang digunakan untuk mencari pertolongan dari orang awam dan dari orang professional.

Karena tidak pasti tentang yang mempertajam populasi tentang sakitnya orang-orang secara

kronis, ia mengubah fokus dan masalah penelitiannya menjadi ‗Bermacam Pengalaman

dalam Seluruh Cara Hidup dan Seluruh Unsur Komunitas‘ (Joseph A. Kotarba dalam Shaffir,

Stebbins, dan Turowets, 1980:57-58).

Dari contoh-contoh tersebut jelas bahwa perumusan masalah yang bertumpu pada

fokus dalam penelitian kualitatif bersifat tentative, artinya penyempurnaan rumusan fokus

atau masalah itu masih tetap dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar penelitian.

Rumusan masalah yang bertumpu pada fokus dapat berubah dan dapat disempurnakan

dan hal itu akan memberikan warna tersendiri pada penelitian kualitatif. Penelitian klasik

menganggap bahwa perubahan demikian sama sekali akan merusak inkuirinya karena

hipotesisnya yang sudah pasti, apabila berubah, variabelnya ikut berubah, dan pasti aka nada

sejumlah variabel pengganggu yang merusak masalah penelitiannya. Sebaliknya, pada

penelitian kualitatif, peneliti justru mengharapkan adanya perubahan demikian dan

mengantisipasi bahwa desain yang muncul akan diberi isi dan warna olehnya. Penelitian

alamiah justru menganggap perubahan demikian bukan merusak atau bersifat destruktif,

melainkan malah dipandang konstruktif karena perubahan yang terjadi merupakan tanda

adanya gerakan ke arah penyempurnaan dan kearah inkuiri yang berpandangan luas. Hal ini

jelas sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian kualitatif bahwa desainnya dapatlah

berubah sesuai dengan situs atau konteks penelitian yang dihadapi.

Sebagai contoh kongret di bawah ini dikemukakan pembatasan studi Nancy Chism

(1984:16-18) yang meneliti ; Conditions Influencing Teacher Development in an Elementary

School Setting‘, suatu penelitian yang tergolong kualitatif yang dikemukakan olah Moleong

(2005)

Pembatasan Studi

Guba dan Lincoln (1981) membahas secara baik keperluan maupun kesulitan

penetapan batas waktu studi. Dalam studi ini bidang umum tentang pengembangan tenaga

ditelaah. Banyak penulis (Burden, 1979; Harris, 1980; dan Holly, 1977) mengemukakan

176

bagaimana pun pengembangan pribadi dan pengembangan professional berkaitan. Guru

misalnya, sering mengajar murid yang dengan pengalaman agama atau mempunyai hobi

tertentu membuat mereka menjadi guru yang lebih baik. Yang jelas, perkembangan pribadi

berkaitan dengan perkembangan professional, dan studi ini fokusnya ditekankan pada yang

terakhir itu. Perhatian akan dipusatkan pada isu-isu yang berkaitan dengan pengembangan

guru di dalam konteks organisasi. Konteks fisik akan mencakup alat-latar seperti bangunan

sekolah perabot, tetapi bukan rumah, masjid, gereja atau restoran.

Persoalan pengaruh lingkungan organisasional terhadap pengembangan guru

menimbulkan berbagai pertanyaan tentang hubungan antara pribadi dan lingkungan. Asumsi

pokok sebagai yang diusulkan dalam studi ini ialah bahwa kondisi-kondisi lingkungan

organisasional pada guru-guru dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap tipe-tipe

pengembangan yang akan terjadi. Pengaruh sebaliknya bahwa yang diperoleh guru-guru

dalam mempertajam lingkungan, walaupun tidak ditolak, dan juga menjadi bagian penting

dari studi, tidak dimasukkan sebagai fokus. Sementara itu, studi ini bermaksud menelaah

bagaimana kondisi-kondisi pengalaman secara umum (yang ditafsirkan secara berbeda oleh

guru-guru dengan variasi kepribadian, kepedulian, dan latar belakang) mempengaruhi

perkembangan guru.

Istilah guru professional, pengembangan (development), pertumbuhan (growth),

belajar, digunakan secara silih berganti untuk menyinggung perubahan yang berasal dari

pengalaman yang memperbaiki kemampuan guru berjangka agar mereka perfungsi secara

efektif di sekolah.

Contoh diatas memberikan gambaran yang jelas bahwa peneliti membatasi diri pada

faktor-faktor tertentu saja pada lingkungan penelitiannya. Dengan tegas peneliti mengatakan

bahwa ia tidak menelaah hal-hal tertentu lainnya.

Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian

penelitian kualitatif walaupun sifatnya masih tentative. Dari uraian diatas dapat ditarik

kesimpulan penting.

Pertama, suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang vakum atau kosong.

Implikasinya, peneliti seyogianya membatasi masalah studinya yang bertumpu pada fokus.

Hal ini yang memungkinkan adanya acuan teori dari sesuatu penelitian (biasanya hal itu

dimasukkan dalam Bab 2)Kedua, fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman

peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun

kepustakaan lainnya. Implikasi, apabila peneliti merasakan adanya masalah, seyogianya ia

mendalami kepustakaan yang relevan sebelum terjun ke lapangan. Dengan jalan demikian

fokus penelitian akan memenuhi kriteria untuk bidang inkuiri yaitu kriteria inklusi-eksluklusi.

Implikasi yang lain ialah peneliti harus memanfaatkan paradigma. Dengan fokus, peneliti

akan tahu persis data yang perlu dikumpulkan.

Ketiga, tujuan peneitian pada dasarnya adalah memecahkan masalah yang telah

dirumuskan. Implikasinya, masalah perlu dirumuskan terlebih dahulu, barulah tujuan

penelitian ditetapkan, bukan sebaliknya.

Keempat, masalah yang bertumpu pada fokus yang ditetapkan bersifat tentative, dapat

diubah sesuai dengan situasi latihan penelitian. Implikasinya, peneliti tidak perlu kecewa jika

masalah atau fokusnya berubah. Dengan kata lain, peneliti hendaknya membiasakan diri

untuk menghadapi perubahan dalam masalah penelitian. Jika perubahannya cukup besar dan

memerlukan orientasi baru dalam dasar pemikiran, maka peneliti perlu mendalami kembali

kepustakaan yang relevan dengan masalah baru itu.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diajukan, sebenarnya telah dapat

dicermati apa inti masalah yang diteliti dengan perkataan lain sebenarnya telah tersirat tujuan

penelitian yang hendak dicapai. Kalau telah dapat diduga tentang tujuan penelitian, maka

sudah dapat diharapkan kegunaan peneliti yang dimaksud. Kegunaan penelitian sebetulnya

telah tersirat di dalam latar belakang masalah. Dalam pelacakan dan penentuan masalah

peneliti secara tersamar sebetulnya telah menunjuk pada manfaat apa yang diharapkan kalau

meneliti suatu masalah, bahkan telah terbayang tentang solusi-solusi tertentu yang akan

diambil sekalipun masih bersifat a priori.

Sebagai contoh kongret di bawah ini dikemukakan pembatasan studi Nancy Chism

(1984:16-18) yang meneliti ;Conditions Influencing Teacher Development in an Elementary

School Setting‘, suatu penelitian yang tergolong kualitatif.

Guba dan Lincoln (1981) membahas secara baik keperluan maupun kesulitan

penetapan batas waktu studi. Dalam studi ini bidang umum tentang pengembangan tenaga

ditelaah. Banyak penulis (Burden, 1979; Harris, 1980; dan Holly, 1977) mengemukakan

bagaimana pun pengembangan pribadi dan pengembangan professional berkaitan. Guru

misalnya, sering mengajar murid yang dengan pengalaman agama atau mempunyai hobi

tertentu membuat mereka menjadi guru yang lebih baik. Yang jelas, perkembangan pribadi

berkaitan dengan perkembangan professional, dan studi ini fokusnya ditekankan pada yang

terakhir itu. Perhatian akan dipusatkan pada isu-isu yang berkaitan dengan pengembangan

guru di dalam konteks organisasi. Konteks fisik akan mencakup alat-latar seperti bangunan

sekolah perabot, tetapi bukan rumah, masjid, gereja atau restoran.

Persoalan pengaruh lingkungan organisasional terhadap pengembangan guru

menimbulkan berbagai pertanyaan tentang hubungan antara pribadi dan lingkungan. Asumsi

pokok sebagai yang diusulkan dalam studi ini ialah bahwa kondisi-kondisi lingkungan

organisasional pada guru-guru dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap tipe-tipe

pengembangan yang akan terjadi. Pengaruh sebaliknya bahwa yang diperoleh guru-guru

dalam mempertajam lingkungan, walaupun tidak ditolak, dan juga menjadi bagian penting

dari studi, tidak dimasukkan sebagai fokus. Sementara itu, studi ini bermaksud menelaah

bagaimana kondisi-kondisi pengalaman secara umum (yang ditafsirkan secara berbeda oleh

guru-guru dengan variasi kepribadian, kepedulian, dan latar belakang) mempengaruhi

perkembangan guru.

Istilah guru professional, pengembangan (development), pertumbuhan (growth),

belajar, digunakan secara silih berganti untuk menyinggung perubahan yang berasal dari

pengalaman yang memperbaiki kemampuan guru berjangka agar mereka perfungsi secara

efektif di sekolah.

Contoh diatas memberikan gambaran yang jelas bahwa peneliti membatasi diri pada

faktor-faktor tertentu saja pada lingkungan penelitiannya. Dengan tegas peneliti mengatakan

bahwa ia tidak menelaah hal-hal tertentu lainnya.

Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian

penelitian kualitatif walaupun sifatnya masih tentative. Dari uraian diatas dapat ditarik

kesimpulan penting.

Pertama, suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang vakum atau kosong.

Implikasinya, peneliti seyogianya membatasi masalah studinya yang bertumpu pada fokus.

Hal ini yang memungkinkan adanya acuan teori dari sesuatu penelitian (biasanya hal itu

dimasukkan dalam Bab 2)

Kedua, fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman

peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun

kepustakaan lainnya. Implikasi, apabila peneliti merasakan adanya masalah, seyogianya ia

mendalami kepustakaan yang relevan sebelum terjun ke lapangan. Dengan jalan demikian

fokus penelitian akan memenuhi kriteria untuk bidang inkuiri yaitu kriteria inklusi-eksluklusi.

Implikasi yang lain ialah peneliti harus memanfaatkan paradigma. Dengan fokus, peneliti

akan tahu persis data yang perlu dikumpulkan.

Ketiga, tujuan peneitian pada dasarnya adalah memecahkan masalah yang telah

dirumuskan. Implikasinya, masalah perlu dirumuskan terlebih dahulu, barulah tujuan

penelitian ditetapkan, bukan sebaliknya.

Keempat, masalah yang bertumpu pada fokus yang ditetapkan bersifat tentative, dapat

diubah sesuai dengan situasi latihan penelitian. Implikasinya, peneliti tidak perlu kecewa jika

masalah atau fokusnya berubah. Dengan kata lain, peneliti hendaknya membiasakan diri

untuk menghadapi perubahan dalam masalah penelitian. Jika perubahannya cukup besar dan

memerlukan orientasi baru dalam dasar pemikiran, maka peneliti perlu mendalami kembali

kepustakaan yang relevan dengan masalah baru itu.


2.KOORDINASI DENGAN PRODI S2 PROFESI

   a. koordinasi dalam rangka penerimaan mahasiswa baru khususnya tahapan pelaksanaan wawancara

   b. koordinasi dalam rangka proses pembimbingan mahasiswa dalam rangka penyelesaian tugas                   mayoring

3. KOORNIDASI DENGAN PRODI S1

    a. koordinasi dalam rangka pembuatan buku panduan pendidikan dan pembuatan RPS

4. MENGAJAR PROGRAM S3

    Mengajar program s3 dalam mata kuliah  Analisis penelitian kualitatif 

5. Membimbing mahasiswa program S1 dalam  penyelesaian skripsi


penulis adalah dosen pada Fakultas Psikologi UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI


Comments

Popular posts from this blog

OTORITA, KOORDINASI

OTORITA, EMNGAJAR DAN MENGUJI

OTORITA, UJIAN DAN BUKU