ESNSENSI KAJIAN PSIKOLOGI KOGNITIF DALAM PROSES PEMBEKAJARAN
RANGKUMAN
Belajar
dalam perspektif psikologi kognitif didefinisikan sebagai “Learning as a
long-term change in mental
representations or associations as a result of experiences” Dalam rumusan tersebut terdapat tiga prinsip
penting yaitu pertama a long term change,
menunjuk pada terjadinya perubahan dalam kemampuan berpikir dalam jangka
waktu tertentu misalnya kemampuan
mengingat nomor telepon, nama benda atau peristiwa. Kedua, mental
representations or associations menunjuk pada proses kerja otak seperti fungsi dan kerja otak dan ketiga,
belajar adalah perubahan sebagai akibat
dari pengalaman dan bukan hanya karena
adanya kematangan fisiologis saja. Dalam pengertian lain disebutkan learning is a change in a person’s mental
structures that creates the capacity to demonstrate different behavior.
Perhatikan apa yang dimaksudkan dengan “creates the capacity” dari perspektif
kognitif, perbuatan belajar dapat saja berlangsung tanpa adanya perubahan
perilaku secara seketika, namun fakta
perubahan itu terjadi dan berlaku dalam struktur mental dan dapat terjadi kemudian. Mental
structures, menunjuk pada perubahan
menyangkut struktur schemata, keyakinan, tujuan, harapan dan komponen
lainnya “in the learners head”. Cognitive learning theories didasarkan pada
empat prinsip yaitu :
§ Peserta
didik adalah subjek yang aktif dalam upaya memahami pengalaman – pengalaman
yang diperolehnya
§
Pemahaman yang
bertumbuh dalam struktur kognitif peserta didik ternyata tergantung pada apa
yang telah diketahui sebelumnya.
§ Peserta
didik membangun struktur pengetahuannya dan bukan hasil merekam dan memahami.
§ Belajar
adalah perubahan yang terjadi di dalam struktur mental peserta didik.
Esensi psikologi
kognitif didasarkan pada beberapa asumsi yang menjadi pelatak dasar dalam upaya
memahami bagaimana dan mengapa manusia belajar yaitu
§ Cognitive processes
influence what is learned. Proses kognitif
menunjuk pada proses dimana manusia mempergunakan kapasitas otaknya untuk
menginterpresikan dan mengingat apa yang dilihat, didengar dan dipelajarinya dan
memberi dampak yang berarti terhadap apa yang
secara khusus dipelajari dan diingatnya..
§ People’s cognitive
processes can sometimes be inferred from their behaviors.
Manusia dalam memberi respon terhadap benda atau peristiwa yang dapat diamati dari berbagai aspek yang secara
langsung ataupun tidak langsung dapat diamati dalam bentuk perilaku. Proses
berpikir manusia secara empiris direfleksikan melalui perilakunya.
§ People are selective
about what they mentally process and learn.
Manusia dan termasuk peserta didik memiliki kemampuan untuk menginterpretasi,
menganalisis stimulus dan kemudian melakukan pilihan yang sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
§ Meaning and
understandings are not derived directly from the environment; instead, they are
constructed by the learner. Peserta didik memiliki
kemampuan untuk membangun pengetahuannya yang secara umum dikenal melalui
pendekatan “constructivism”.
§ Maturational changes in
the brain enable increasingly sophisticated cogniitve processes with age.
Perkembangan kemampuan kognitif sangat tergantung pada tahapan perkembangan
usia individu dalam konteks kecerdasan yang normal. Perkembangan kognitif
dimulai dari perkembangan psikomotorik, praoperasional, operasi kongkrit dan
operasi formal dan setiap tahapan perkembangan memiliki makna dalam upaya
memahami dan membangun pengetahuan dalam diri peserta didik.
Esensi pendekatan kognitif adalah
menganalisis tentang bagaimana sesungguhnya manusia belajar dan dasarnya adalah
memori. Terdapat tiga komponen mendasar yang dijadikan kajian memori yaitu
encoding, storage, dan retrieval. Encoding adalah proses dimana informasi masuk
kedalam memori. Storage adalah menyimpan informasi yang diperoleh dan Retrieval
adalah mendapatkan kembali informasi
yang telah tersimpan. Dalam gambar diilustrasikan sebagai berikut :
Encoding Masuknya
informasi kedalam memori Retrieval Mendapatkan kembali informasi yang
tersimpan Storage Menyimpan
informasi yang diperoleh
Secara umum encoding menunjuk pada
dua prinsip yaitu perhatian dan belajar.
Ketika peserta didik sedang mendengarkan penjelasan guru yang mengajarkan matematika, sedang menonton televisi,
mendengarkan musik, menonton tarian Reog Ponorogo, berbicara dengan teman, berdiskusi tentang
demokrasi, sebetulnya proses encoding
sedang berlangsung yang ditandai oleh masuknya informasi ke dalam memori.
Encoding terdiri beberapa proses diantaranya adalah rehearsal, deep processing, elaboration, constructing images, dan
organization
Storage
Terdapat kecenderungan pada
anak-anak terutama dalam proses mengingat dimana setelah anak memberi sandi
atau kode terhadap informasi yang diperoleh, mereka membutuhkan waktu untuk
mengendapkan informasi agar informasi tersebut dapat dipahami dan kemudian diingat.
Di dalam gudang memori terdapat tiga
jenis memori yang memiliki prosedur dan waktu kerja yang berbeda yaitu sensory memory, working (or short – term)
memory, and long- term memory.
Retrieval
Setelah informasi yang kita peroleh dan tersimpan di
dalam long-term memory, maka kita akan memanggilnya kembali jika kita
membutuhkannya. Hal itu dapat dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar.
Informasi yang tersimpan di dalam memori kita misalnya tentang peristiwa atau
kenangan kita sewaktu masih bersekolah di sekolah dasar, kita berupaya
menceriterakannya kembali pada sahabat dekat kita, mungkin dengan mudah dapat
menceriterakannya sekalipun tidak utuh
dan pesis sama. Kalau kita ditanyakan tentang nama sahabat kita sewaktu masih
duduk di sekolah menengah dengan mudah
kita dapat mengingat dan menyebutnya dan
juga segala perilakunya. Guru kita juga dengan sangat mudah dapat mengingat dan
menyebutnya dibarengi dengan karakter guru, misalnya guru bernama Suriawan melekat
dengan kebaikan, kemurahan dan kejujuran dan tidak pilih kasih terhadap
anak-anak asuhnya.
Metacognition
konsep
metakognisi yang secara harafiah
diartikan sebagai “ thinking about thinking” atau “knowledge about
knowledge”. Berkenaan juga dengan bagaimana berlangsungnya proses kognisi dan
juga berkaitan dengan kemampuan kita memonitor, mengontrol dan
mengorganisasikan aktivitas mental kita. Metakognisi dikenal sebagai proses “executive control”
yang melakukan monitoring dan mengatur
proses berpikir.
Metacognition is the
awareness of and control over one’s own cognitive processes. Metakognisi menunjuk dua aspek penting yaitu upaya yang dilakukan secara sadar dan melakukan kontrol terhadap
berlangsungnya proses kognitif. Attention
menjadi salah satu aspek yang
esensial di dalam proses kognitif. Demikian juga halnya dengan peserta didik,
peserta didik yang memiliki kesadaran bagaimana cara dan strategi belajar yang
seyogianya ditempuh dalam upaya mencapai prestasi belajar yang tinggi, maka hal
ini menunjukkan bahwa peserta didik
menerapkan metakognisi.
Cognitive style menunjuk pada karakteristik dari cara
berpikir dan merasakan yang digunakan individu dalam upaya memperoses informasi dan mengingat informasi.
Learning style adalah cara peserta didik berinteraksi dengan dan memberi
respons terhadap informasi dalam kaitannyanya dengan kondisi pembelajaran.
Singkatnya menunjuk pada pilihan cara belajar. Tampaknya kedua istilah tersebut
berkaitan namun cognitive style lebih menekankan pada keterkaitan antara
kognisi dengan kecerdasan dan bagaimana caranya berinteraksi dengan orang lain.
Cognitive style bersifat relatif menetap dalam diri peserta didik, sedangkan
learning style sesuai dengan kondisi pembelajaran yang dihadapi peserta didik.
Cognitive style dan learning style cenderung dipengaruhi oleh latarbelakang
budaya, seperti halnya dengan metacognition. Ada beberapa jenis cognitive style
yaitu Perceptual style: field dependence – independence,Conceptual tempo :
impulsivity – reflectivity,Deep and surface learning
Expertise
Kajian mengenai
expertise sebenarnya memberi acuan bagi guru dalam upaya meningkatkan
kompetensi atau keahliannya secara berkelanjutan sehingga mampu membimbing
peserta didik dalam upaya mengoptimalkan potensi diri peserta didik. Guru mesti
terlebih dahulu mendemonstrasikan kompetensinya sehingga menjadi model bagi
peserta didik. Peserta didik sangat membutuhkan model guru yang memiliki wibawa
dan gezah sebagai guru dan secara sadar ataupun tidak disadari peserta didik
akan mencontoh gurunya. Dalam upaya itulah guru mesti mampu melekatkan dirinya
sebagai seorang ahli dan kompeten. Terdapat tiga aspek mengenai expertise yang
berkaitan dengan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yaitu Expertise and learming, Acquiring
Expertise, Expertise and Teaching, Expertise and Technology.
Expertise
and learming
memiliki ciri yaitu
§ Detecting
features and meaningful patterns of organization
§ Organization
and depth of knowledge
§ Fluent
retrieval
§ Adaptive
expertise
§ Strategies
Acquiring Expertise. Sedikitnya
terdapat dua faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi ahli dan kompeten yaitu (1)
practice and motivasion (2) talent.
Expertise
and Teaching. Salah satu aspek mejadi guru yang
profesional adalah mampu memahami dan melakukan monitoring terhadap kemajuan
belajar peserta didik dan melakukan asesmen terhadap penguasaan materi
pembelajaran peserta didik. Mampu
memagami kesulitan belajar peserta didik dan
berupaya mengatasinya dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar
mampu belajar secara optimal.
Penulis adalah dosen pada Fakultas Psikologi UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
Comments
Post a Comment